Oleh : Ir. Stefanus Tany Temu, M.SI Pengamat Politik dan Sosial & Mantan dosen Undana
Floresupdate.com, OPINI – Polemik penyusunan APBD 2026 di Kabupaten Ende terus memanas. Pusat perdebatan terletak pada apakah prosesnya akan menggunakan Peraturan Daerah (Perda) melalui pembahasan intensif di DPRD, atau ditempuh via Peraturan Bupati (Perkada). Diskusi ini bukan hanya hangat di media sosial lokal, tetapi juga menarik perhatian lebih luas, mengingat posisi istimewa Ende sebagai “rahim Pancasila” dan daerah dengan destinasi wisata dunia, Kelimutu.
Inti persoalannya sederhana namun fundamental: apakah DPRD dan Bupati dapat duduk bersama membahas kepentingan rakyat, sesuai janji politik mereka selama kampanye? Pertemuan terbatas dan komunikasi produktif sangat dinantikan, namun realisasinya masih menjadi tanda tanya. Kedua pihak kerap mengutip berbagai peraturan dan undang-undang di media sosial, namun rakyat membutuhkan solusi, bukan sekadar perang wacana.
Kita semua berharap situasi ini tidak memicu ketidakpuasan yang meluas, sebagaimana pernah terjadi di tempat lain seperti Kabupaten Pati atau bahkan gejolak sosial di berbagai negara. Demonstrasi besar di Jakarta dan Indonesia beberapa waktu lalu harus menjadi pelajaran berharga. Kesabaran masyarakat memiliki batas, dan keputusan yang tidak partisipatif dapat memicu kekecewaan yang dalam.
Lalu, apa solusinya?
Komunikasi yang baik dan segera harus diutamakan.Masih belum terlambat. Pengalaman di Provinsi NTT membuktikan bahwa dialog yang melibatkan semua pemangku kepentingan—masyarakat, tokoh adat dan agama, DPRD, dan eksekutif—dapat menyelesaikan konflik kebijakan yang kompleks. Mulai dari pembangunan di Labuan Bajo, TTS, Kupang, TTU, Ngada, hingga kerja sama dengan Timor Leste, semuanya menunjukkan bahwa mediasi dan dialog adalah kunci.
Pertanyaannya: apakah Kabupaten Ende tidak bisa melakukan hal yang sama?
Bisa. Yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan untuk melibatkan mediator independen dan profesional yang diterima serta dipercaya kedua belah pihak, baik oleh DPRD maupun Bupati. Mediator ini harus netral, tidak memihak, dan bertujuan tunggal: memfasilitasi dialog untuk kepentingan terbaik masyarakat Ende.
Jika komunikasi antarkedua lembaga ini telah menemui jalan buntu, langkah mediasi bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kematangan berdemokrasi dan kesungguhan mengutamakan rakyat. Semoga kebijaksanaan dan komitmen untuk rakyat Ende menjadi pemandu utama dalam menyelesaikan polemik ini.







