Opini  

Kami Ditindas, Tanah Dirampas, Hukum Diam: Sikka Sedang Sakit!

Oleh: Thomas Alva Edison (El Volcano Benbao)Mewakili Keluarga Lope Motong Heo, Keluarga Besar Lepo Tanah Hewokloang, dan Suku Keytimu

Maumere, 7 Juli 2025 Saya menulis ini bukan sebagai tokoh. Bukan pula sebagai ahli hukum. Saya menulis sebagai anak kampung yang tanahnya hendak dirampas atas nama hukum. Tanah yang diwariskan leluhur kami — tanah yang jadi tempat kami berpijak, menanam, menikah, dan menguburkan orang tua kami — kini hendak dilelang oleh negara untuk melunasi utang yang bahkan bukan milik kami.

Inilah wajah hukum di Sikka hari ini: bisa dibeli, bisa diarahkan, bisa dijadikan senjata untuk menghabisi orang kecil. Dan kami, keluarga Lope Motong Heo dan Suku Keytimu, sedang menjadi korban dari kejahatan yang dilegalkan itu.

Semua berawal dari kerja tanpa kontrak. Kami bekerja di Toko GO milik Suwarno Goni, tanpa perlindungan, tanpa jaminan sosial, bahkan tanpa kejelasan masa depan. Tapi ketika perusahaan merasa dirugikan, justru kami yang dituduh. Bukan audit independen yang memutuskan, tapi asumsi sepihak pemilik toko yang kemudian mengubah kami menjadi terdakwa.

Lebih celakanya, kerugian itu seolah sengaja diciptakan. Sistem keuangan mereka sendiri yang amburadul, tapi yang dipenjara justru kami. Setelah vonis keluar, tiba-tiba surat lelang datang untuk menyita tanah warisan keluarga kami. Di titik itu kami sadar: ini bukan sekadar urusan kerja, ini adalah upaya sistematis untuk menggusur kami dari tanah leluhur.

Saya ingin bertanya pada aparat penegak hukum di negeri ini: sejak kapan tanah adat bisa jadi jaminan hutang pribadi? Sejak kapan tanah yang tak pernah dijaminkan bisa ikut dilelang? Sejak kapan suara pemilik modal lebih sakti daripada air mata orang tua kami?

Kami bukan kriminal. Kami bukan maling. Tapi kami diperlakukan lebih hina dari itu. Kami dipaksa tunduk pada sistem yang sudah sejak awal dibangun untuk menyingkirkan kami secara perlahan tapi pasti. Dan yang paling menyakitkan: semua itu dilakukan atas nama hukum.

Kami tahu, di luar sana banyak yang diam. Mungkin takut. Mungkin merasa ini bukan urusan mereka. Tapi saya harus katakan: hari ini kami, besok bisa kalian. Hukum yang tidak adil hari ini, akan menciptakan ketidakamanan bagi siapa pun di masa depan.

Kami tidak sedang melawan negara. Kami melawan sistem yang menjadikan hukum sebagai pedang di tangan yang salah. Kami melawan pelecehan terhadap martabat kami sebagai manusia dan sebagai bagian dari masyarakat adat.

Dan jika negara tidak hadir untuk melindungi kami, maka kami akan berdiri sendiri — di bawah langit dan di atas tanah yang kami warisi — bukan untuk mencari konflik, tetapi untuk mempertahankan hak kami hidup sebagai manusia merdeka.

> Sebab bagi kami, tanah bukan cuma soal harta. Ia adalah nadi, sejarah, dan kehormatan. Dan kami akan mempertahankannya, bahkan bila hanya tinggal nyawa.

Penulis: Albert Cakramento Editor: Redaksi

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan, Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!