Oleh: Wensealaus Wege, S.Fil
Floresupdate.com, OPINI – Ada sebuah cerita lama yang terus berulang. Ketika persoalan rakyat dibahas di ruang rapat, suara para pemimpin daerah terdengar lantang, mengema, dan bergetar. Namun, entah bagaimana, setiap kali mereka berhadapan dengan Yayasan UNIPA Maumere, nada itu mendadak turun. Keberanian mengecil, dan prinsip perlahan menguap seperti secangkir kopi yang dibiarkan dingin di meja bulat.
Saya tidak tahu sejak kapan pemerintah dan DPRD kita belajar berjalan di atas ujung jarum setiap kali nama Yayasan UNIPA disebut. Mereka yang biasanya gagah menggedor meja, kini tampak lesu dan lunglai—menunduk seperti rumput yang patuh pada topan dari pesisir Bangboler, Sikka.
Di depan rakyat mereka berpidato; di atas panggung mereka meraung bagaikan singa menjaga hutan. Tetapi sayang, ketika berhadapan dengan Yayasan UNIPA Maumere, suara itu mengecil, menyusut, lalu lenyap seperti nyali yang tercecer di bawah karpet lobi.
Pemerintah dan DPRD, yang seharusnya menjadi palang pintu kepentingan daerah, tiba-tiba seperti kehilangan sepatu keberaniannya. Yang biasanya tegas, mendadak memilih jalan sunyi. Yang biasanya vokal, tiba-tiba lirih seperti bisikan angin. Seolah-olah yayasan itu bukan lagi mitra, tetapi bayang-bayang besar yang membuat mereka gemetar dan terhimpit.
Padahal aset daerah adalah amanah, kebijakan publik adalah kompas, dan rakyat adalah tuan dari demokrasi. Jika pemimpin tidak mampu berdiri tegak di depan Yayasan UNIPA, bagaimana mereka akan berdiri tegak di depan sejarah?
Yang lucu, ketika kamera media menyala, semua tampak gagah.
Namun di ruang perundingan, nyali yang tadi sebesar gunung menciut menjadi sebesar kerikil.
Rakyat pun bertanya dalam hati:
“Sebenarnya yang dipimpin itu siapa? Rakyat, atau yayasan?”
Pada akhirnya pemerintah dan DPRD mesti memahami satu hal:
Keberanian bukan soal suara keras, melainkan kesetiaan pada kebenaran.
Integritas tidak bisa dititipkan kepada lembaga mana pun—apalagi kepada Yayasan UNIPA Maumere yang berdiri dan berkembang di atas aset publik.
Ingatlah: pemimpin yang takut pada yayasan, sesungguhnya sedang meninggalkan rakyat, sekaligus mempermalukan dirinya sendiri.
Salam hormat dari balik bukit,
Tulang Belulang





