Revolusi Gizi Di NTT, Tokoh Muda Lembata; Langkah Besar Menujuh Masa Depan

Oleh: Exen Jontona, Presidium Hubungan Perguruan Tinggi PP PMKRI Periode 2024-2026, Tokoh Muda Lembata, Mahasiswa Pascasarjana universitas Nasional Jakarta

Sebuah Perjuangan yang Tak Kunjung Selesai

Floresupdate.com, Opini – Nusa Tenggara Timur (NTT) telah lama berjuang melawan permasalahan gizi buruk dan stunting yang mengakar dalam. Provinsi kepulauan di ujung timur Indonesia ini memiliki tantangan unik dengan geografis yang tersebar dan kondisi ekonomi yang masih tertinggal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan upaya serius pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan apa yang bisa disebut sebagai “revolusi gizi” di NTT.

Program Revolusi Hijau: Kelor sebagai Harapan Baru

Salah satu inisiatif menarik adalah program “Revolusi Hijau” yang dicanangkan Mantan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dengan fokus pengembangan tanaman kelor (moringa). Program ini bukan sekadar slogan politik, melainkan strategi jangka panjang yang mencoba mengatasi dua masalah sekaligus: ketahanan pangan dan peningkatan nutrisi masyarakat.

Kelor memang memiliki kandungan gizi yang luar biasa tinggi dan relatif mudah tumbuh di iklim NTT. Rencana menyiapkan 30.000 bibit kelor menunjukkan keseriusan program ini. Namun, pertanyaannya adalah apakah infrastruktur pendukung dan edukasi masyarakat sudah memadai untuk mentransformasi kelor dari sekadar tanaman menjadi solusi gizi yang nyata?

Stunting: Angka yang Menggembirakan, Tantangan yang Masih Berat

Data terbaru menunjukkan tren positif dalam penurunan stunting di NTT. Angka stunting turun dari 17,7% di 2022 menjadi 15,2% di 2023, dengan target ambisius mencapai 10% di 2024. Ini adalah pencapaian yang patut diapresiasi, terutama mengingat NTT sempat menjadi salah satu provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.

Namun, kita harus realistis. Target 10% di 2024 sangat ambisius, mengingat kompleksitas masalah stunting yang tidak hanya soal makanan, tetapi juga sanitasi, akses air bersih, pendidikan ibu, dan kemiskinan struktural. Program seperti “Revolusi KIA” (Kesehatan Ibu dan Anak) menunjukkan pendekatan holistik yang tepat, tapi implementasinya membutuhkan konsistensi dan koordinasi yang kuat.

Inovasi Lokal: Dari Food Bar hingga Pekarangan Bergizi

Yang menarik dari revolusi gizi NTT adalah munculnya inovasi-inovasi lokal. Penelitian tentang food bar dari legum lokal Pulau Timor menunjukkan upaya memanfaatkan kearifan dan bahan pangan lokal untuk mengatasi masalah gizi. Program “Pekarangan Bergizi” yang bahkan melibatkan Polda NTT juga menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan mulai menyebar ke berbagai lapisan masyarakat.

Pendekatan ini sangat tepat karena sustainable dan sesuai dengan kondisi lokal. Daripada bergantung pada bantuan atau impor pangan, NTT mencoba membangun kemandirian gizi dari dalam.

Tantangan yang Masih Menghadang

Meskipun optimisme tinggi, beberapa tantangan fundamental masih harus dihadapi:

Geografis dan Aksesibilitas: NTT terdiri dari ratusan pulau dengan akses transportasi yang terbatas. Mendistribusikan program gizi ke daerah terpencil masih menjadi tantangan besar.

Kemiskinan Struktural: Gizi buruk dan stunting pada dasarnya adalah manifestasi dari kemiskinan. Tanpa mengatasi akar kemiskinan, program gizi hanya akan menjadi solusi temporer.

Edukasi dan Perubahan Perilaku: Mengubah pola makan dan kebiasaan masyarakat membutuhkan waktu dan pendekatan yang konsisten. Program edukasi gizi harus menyentuh level grassroot.

Koordinasi Lintas Sektor: Masalah gizi membutuhkan koordinasi antara sektor kesehatan, pertanian, pendidikan, dan ekonomi. Silo thinking masih menjadi hambatan dalam implementasi program.

 Optimisme yang Realistis

Revolusi gizi di NTT bukanlah mimpi yang mustahil. Data menunjukkan tren positif, inovasi lokal bermunculan, dan komitmen politik cukup kuat. Program seperti pengembangan kelor, pekarangan bergizi, dan fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan menunjukkan pemahaman yang baik tentang solusi jangka panjang.

Namun, revolusi sejati membutuhkan perubahan paradigma dari pendekatan karitatif menjadi pendekatan pemberdayaan. Masyarakat NTT tidak membutuhkan bantuan terus-menerus, tetapi mereka membutuhkan akses, pengetahuan, dan kesempatan untuk membangun ketahanan gizi mereka sendiri.

 Harapan untuk Masa Depan

Jika konsisten dijalankan, revolusi gizi di NTT bisa menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. Pendekatan yang mengkombinasikan inovasi lokal, pemanfaatan sumber daya alam, dan pemberdayaan masyarakat adalah formula yang tepat untuk pembangunan berkelanjutan.

Keberhasilan revolusi gizi di NTT tidak hanya akan menghasilkan generasi yang lebih sehat secara fisik, tetapi juga generasi yang lebih produktif secara ekonomi. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan Indonesia bagian timur yang lebih sejahtera.

Yang dibutuhkan sekarang adalah konsistensi, evaluasi berkala, dan political will yang kuat dari semua pihak. Revolusi gizi di NTT bukan lagi sekadar wacana, tetapi sudah menjadi agenda konkret yang layak didukung dan diawasi oleh semua elemen masyarakat.

Strategi Gubernur Melki Laka Lena Mengatasi Gizi Buruk di NTT

Pendekatan Holistik: Kesehatan Bukan Entitas Terpisah

Gubernur Melki Laka Lena memiliki pendekatan yang sangat unik dalam mengatasi masalah gizi buruk di NTT. Dengan latar belakang sebagai apoteker, ia memahami bahwa masalah gizi tidak bisa diselesaikan secara parsial. Seperti yang diungkapkannya: “Kami tidak melihat kesehatan sebagai entitas terpisah. Kami bangun rumah sakit pratama dengan memastikan ada akses listrik, air bersih, dan konektivitas jalan. Kami perkuat gizi keluarga sambil memberdayakan kelompok tani, UMKM pangan lokal, dan sekolah-sekolah.”

Pendekatan ini menunjukkan pemahaman yang mendalam bahwa gizi buruk adalah masalah multidimensional yang membutuhkan solusi terintegrasi.

1. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai Fondasi

 Implementasi dan Monitoring Langsung

Melki Laka Lena menjadikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai program unggulan dalam mengatasi gizi buruk. Ia tidak hanya mengandalkan laporan, tetapi melakukan kunjungan langsung ke sekolah-sekolah untuk memastikan program berjalan optimal.

Gubernur secara konsisten menekankan bahwa “asupan gizi menjadi fokus utama program MBG” dan program ini bukan sekadar pemberian makanan, tetapi fondasi untuk:

– Tumbuh kembang optimal anak-anak NTT

– Meningkatkan kecerdasan dan fokus belajar

– Menghilangkan rasa lapar yang mengganggu proses pembelajaran

– Mencegah stunting sejak dini

Monitoring Terintegrasi

Yang menarik dari pendekatan Melki adalah penggunaan MBG sebagai alat monitoring kesehatan anak secara menyeluruh. Melalui program ini, pemerintah dapat memantau sekolah mana yang murid-muridnya sering bolos, yang bisa jadi indikator masalah gizi atau sosial ekonomi.

2. Program Dapur Makan Bergizi: Pemberdayaan Ekonomi Lokal

Strategi Ganda

Melki tidak hanya fokus pada aspek gizi, tetapi juga pemberdayaan ekonomi lokal. Program dapur makan bergizi dirancang untuk:

– Memenuhi kebutuhan gizi anak-anak

– Mendukung ekonomi lokal melalui kelompok tani setempat

– Menciptakan mata rantai ekonomi yang berkelanjutan

 Apresiasi dan Replikasi

Gubernur aktif mengapresiasi inisiatif-inisiatif lokal seperti dapur makan bergizi di TTU, kemudian mendorong replikasi di kabupaten lain. Pendekatan ini efektif karena disesuaikan dengan kondisi dan potensi lokal.

 3. Pendampingan Stunting dalam 100 Hari Pertama

 Identifikasi Masalah di Lapangan

Salah satu temuan mengejutkan yang dibongkar Melki adalah fakta bahwa makanan bergizi untuk ibu hamil justru dikonsumsi oleh bapak-bapak. Temuan ini menunjukkan:

– Pentingnya edukasi keluarga tentang gizi

– Perlunya pendampingan intensif

– Masalah budaya dan pemahaman yang harus diatasi

Program 100 Hari

Untuk mengatasi masalah ini, Pemprov NTT di bawah kepemimpinan Melki fokus menghadirkan pendamping stunting di setiap wilayah dalam 100 hari pertama pemerintahannya. Program ini bertujuan:

– Memberikan edukasi langsung kepada keluarga

– Memastikan makanan bergizi sampai ke penerima yang tepat

– Menciptakan generasi bebas stunting

 4. Kolaborasi Strategis Multi-Pihak

Kerja Sama dengan BKKBN

Melki menjalin kerja sama strategis dengan BKKBN NTT untuk kampanye percepatan penurunan stunting. Kolaborasi ini mencakup:

– Implementasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI)

– Koordinasi program di tingkat daerah

– Sharing best practices antar wilayah

Pemanfaatan Media Massa

Gubernur juga memanfaatkan media seperti TVRI untuk kampanye gizi melalui dokudrama MBG. Strategi komunikasi ini penting untuk:

– Meningkatkan awareness masyarakat

– Mengubah perilaku dan pola konsumsi

– Menciptakan dukungan publik terhadap program gizi

5. Pendekatan Terintegrasi Lintas Sektor

Integrasi Kesehatan-Infrastruktur

Melki memahami bahwa gizi buruk tidak bisa diatasi tanpa infrastruktur pendukung. Oleh karena itu, ia memastikan:

– Akses listrik untuk penyimpanan makanan bergizi

– Air bersih untuk sanitasi dan kebersihan pangan

– Konektivitas jalan untuk distribusi bahan pangan

Pemberdayaan UMKM Pangan Lokal

Strategi pemberdayaan UMKM pangan lokal menjadi kunci keberlanjutan program. Dengan menguatkan produksi pangan lokal, NTT dapat:

– Mengurangi ketergantungan pada pangan impor

– Meningkatkan ekonomi masyarakat

– Memastikan ketersediaan pangan bergizi secara berkelanjutan

 6. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan

Kunjungan Lapangan Rutin

Melki tidak mengandalkan laporan administratif saja. Ia rutin melakukan kunjungan lapangan ke:

– Sekolah-sekolah untuk memantau MBG

– Dapur makan bergizi di berbagai kabupaten

– Puskesmas dan rumah sakit untuk monitoring kesehatan anak

Pendekatan Data-Driven

Dengan latar belakang sebagai apoteker, Melki menggunakan pendekatan berbasis data untuk:

– Mengidentifikasi daerah dengan prevalensi gizi buruk tertinggi

– Memetakan kebutuhan intervensi spesifik

– Mengukur efektivitas program yang sudah berjalan

Tantangan dan Inovasi

Tantangan Geografis

NTT sebagai provinsi kepulauan memiliki tantangan unik dalam distribusi program gizi. Melki mengatasi ini dengan:

– Desentralisasi program ke tingkat kabupaten/kota

– Pemanfaatan teknologi untuk monitoring

– Adaptasi program sesuai kondisi geografis masing-masing wilayah

Inovasi Pendekatan

Yang membedakan Melki dari gubernur sebelumnya adalah pendekatan holistik yang mengintegrasikan:

– Kesehatan dengan infrastruktur

– Gizi dengan pemberdayaan ekonomi

– Program pemerintah dengan inisiatif masyarakat

Visi Jangka Panjang

Strategi Melki Laka Lena tidak hanya fokus pada penanganan gizi buruk jangka pendek, tetapi membangun fondasi untuk generasi NTT yang sehat dan cerdas. Melalui kombinasi MBG, pemberdayaan ekonomi lokal, dan pendampingan intensif, ia berupaya menciptakan sistem ketahanan gizi yang berkelanjutan.

Keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada konsistensi implementasi, koordinasi lintas sektor yang solid, dan dukungan masyarakat dalam mengubah pola konsumsi dan perilaku hidup sehat. Dengan pengalaman sebagai apoteker dan pemahaman mendalam tentang masalah kesehatan masyarakat, Melki Laka Lena memiliki modal yang kuat untuk mewujudkan NTT bebas gizi buruk.

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan, Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!