
Kalabahi, Floresupdate.com – Manajemen Rumah Sakit Daerah (RSD) Kalabahi memberikan Pernyataan resmi terkait adanya tuduhan dugaan malpraktik serta penyimpangan prosedur dan kelalaian Petugas dalam pelayanan di RSUD Kalabahi yang sebelumnya diberitakan oleh salah satu media beberapa waktu yang lalu.
Direktur RSD Kalabahi, dr. Lodywik Anjassius Ata Alopada kepada wartawan di ruang kerjanya pada Senin, 22/12/2025 siang, menepis tudingan tersebut dan menegaskan bahwa seluruh tindakan medis terhadap pasien telah dilakukan oleh pihak rumah sakit secara maksimal dan sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Hal itu Ia sampaikan, mewakili Manajemen dan seluruh tenaga medis Rumah Sakit Daerah (RSD) Kalabahi, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), juga mengungkapkan rasa prihatin dan belasungkawa yang mendalam atas meninggalnya adik Felecia Evsie Mau (2 tahun 9 bulan), pasien anak yang sebelumnya menjalani perawatan medis di rumah sakit tersebut.
“Sebagai pimpinan, mewakili lembaga dan seluruh tenaga medis di RSD Kalabahi, kamiturut berbelasungkawa atas kepergian ananda Felecia. Kami pastikan bahwa seluruh penanganan medis selama perawatan di RSD Kalabahi sudah dilakukan sesuai SOP dan langsung ditangani oleh dokter spesialis anak, bukan oleh perawat,” ujar dr. Anjas.
dokter Anjas menjelaskan, Felecia pertama kalinya dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSD Kalabahi pada 22 Oktober 2025 sebagai pasien BPJS Kesehatan. dengan status tersebut, seluruh pelayanan medis yang diterima pasien tidak dipungut biaya apa pun.
“Pasien masuk sebagai peserta BPJS. Penting kami jelaskan agar tidak muncul anggapan bahwa meninggalnya pasien berkaitan dengan masalah biaya atau pelayanan rumah sakit,” tegasnya.
Dari hasil pemeriksaan awal menunjukkan bahwa pasien mengalami dehidrasi sedang dengan keluhan muntah-muntah sebelum dibawa ke rumah sakit. berdasarkan kondisi tersebut, dokter spesialis anak memutuskan untuk melakukan rawat inap.
Selain itu, riwayat medis pasien menunjukkan adanya kelainan kongenital berupa bibir sumbing yang sebelumnya telah menjalani tindakan operasi di Bali.
Menurut dr. Anjas, kondisi kongenital meskipun telah dioperasi tetap berpotensi menimbulkan gangguan lanjutan pada organ tubuh lainnya.
“Tidak semua pasien mengalami komplikasi, tetapi risiko gangguan lanjutan tetap ada,” ungkapnya.
Sekitar pukul 02.00 WITA, pasien dipindahkan dari IGD ke Ruang Perawatan Anak (RPA). Saat hendak dilakukan pemasangan infus, pasien mengalami kejang. Karena pembuluh darah kecil di tangan sulit ditemukan akibat dehidrasi, dokter mengambil keputusan untuk memasang infus melalui jalur pembuluh darah besar menggunakan Central Venous Catheter (CVC) di area bahu.
“Tindakan infus CVC dilakukan karena kondisi pasien segera membutuhkan cairan dan pembuluh darah kecil sudah tidak memungkinkan. Ini merupakan tindakan medis yang sesuai SOP,” kata dr. Anjas.
Ia juga menambahkan, infus CVC biasanya dipasang untuk jangka waktu lama dan berbeda dengan infus biasa yang dapat dilepas dengan mudah.Selanjutnya, Pada tanggal 25 Oktober 2025, infus CVC tersebut terlepas dan menyebabkan perdarahan.
Tenaga medis pun segera melakukan penanganan dengan menutup area bekas pemasangan menggunakan kapas untuk menghentikan pendarahan. Setelah kondisi terkendali, infus biasa kemudian dipasang di tangan pasien.Adapun Pasien dirawat di RPA hingga 30 Oktober 2025.
Selama perawatan, kondisi pasien membaik dan tidak ditemukan lagi pendarahan. berdasarkan penilaian klinis, dokter menyatakan pasien stabil dan diperbolehkan untuk pulang.
“Saat pasien dipulangkan, kondisinya sudah membaik dan dinilai stabil secara medis,” ungkap dr. Anjas.
Sebelum pulang, dokter juga telah memberikan arahan kepada kedua orang tua pasien, Evrida Waang dan Simeon R. Waang, agar membawa anak mereka kembali untuk dilakukan kontrol pada 3 November 2025 guna memantau perkembangan kesehatan pasien. namun, hingga jadwal kontrol yang telah ditentukan, pasien tidak kembali ke rumah sakit.
Pihak medis mengira kondisi pasien telah membaik atau mungkin karena kesibukkan lain orang tuanya belum sempat membawa kembali anak mereka. hingga pada 18 November 2025 pasien baru kembali ke RSD Kalabahi tetapi dalam kondisi yang sudah memburuk.
“Kami menunggu jadwal kontrol yang telah kami sarankan yaitu pada tanggal 3 November, tetapi tak kunjung datang, Rumah pasien juga cukup dekat, di Batunirwala. Saat kembali pada tanggal 18 November, kondisi lengan pasien sudah bengkak,” jelasnya.
Berdasarkan Pemeriksaan rontgen, menunjukkan adanya patah tulang pada lengan pasien serta kadar hemoglobin (Hb) yang rendah. Pasien pun mendapat penanganan awal di IGD dan dijadwalkan untuk kontrol lanjutan ke Poli Bedah pada 19 November 2025. pada pemeriksaan lanjutan, patah tulang tersebut dikonfirmasi sehingga pasien kembali menjalani rawat inap hingga 24 November 2025.
Selanjutnya, RSD Kalabahi mengeluarkan surat rujukan ke RSUP Ben Mboi Kupang. meski surat rujukan diterbitkan pada 24 November 2025, dr. Anjas menyebut pasien dan keluarga baru berangkat ke Kupang pada 27 November 2025. di RSUP Ben Mboi Kupang, pasien menjalani perawatan intensif selama kurang lebih satu bulan. namun, setelah melalui berbagai upaya medis, pasien dinyatakan meninggal dunia pada Minggu, 21 Desember 2025.
“Atas nama pribadi dan seluruh jajaran RSD Kalabahi, kami kembali menyampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga almarhumah. Kami berharap penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat,” tutup dr. Anjas Alopada.





