Opini  

Bacabub Lori Gadi Djou dan Tantangan Dunia Pendidikan Kabupaten di Kabupaten Ende

oleh. Romo Emanuel Natalis, S.Fil., S.H., M.H (Ketua Pengawas pada Yayasan Persekolahan Umat Katolik Ende Lio - Yasukel)

Memang dari setiap pemimpin (bangsa), dituntut adanya ide, konsep, gagasan, sebagai ideal yang harus diperjuangkan untuk menjadi kenyataan (hic et nunc). Harapan rakyat yang dipimpin akan kemakmuran dan kesejahteraan, merupakan daya dorong bagi pemimpin (baca; bupati) untuk berkarya.

Dalam konteks “DESA PRODUKTIF KOTA KREATIF”, tergambar wajah pendidikan di Kabupaten Ende, yang mendambakan lahirnya manusia-manusia modern, sebagai penghuni/rakyat sekaligus pendukung dari Desa Produktif dan Kota Kreatif di Ende tercinta ini. Untuk hadirnya “DESA PRODUKTIF KOTA KREATIF” di Kabupaten Ende, jelas dibutuhkan manusia modern, yaitu manusia yang mampu mengembangkan sarana material menjadi produktif (Nanang Martono, 2011, hal.60). Mengingat dengan kehadiran manusia modern, maka baik desa maupun kota di Kabupaten Ende ini dapat menjadi desa yang produktif, dan kota yang kreatif.

Oleh Alex Inkeles, terdapat 2 (dua) sarana untuk menjadi manusia modern, yaitu melalui sarana pendidikan dan sarana kurikulum informal dalam proses pendidikan (Nanang Martono, 2011, hal. 61).  Itu berarti, pendidikan yang melahirkan manusia modern, beserta kurikulum dalam proses pendidikan tersebut, harus menjadi pusat perhatian seorang Bacabub Lori Gadi Djou. Teristimewa dengan menaruh harapan lebih pada para pendidik sebagai “leading agent” di lapangan. Perhatian yang serius pada para pendidik, baik menyangkut kesejahteraan, maupun menyangkut peningkatan skills dan kemampuan (kompetensi dan profesionalitas) akan membawa Kabupaten Ende semakin dekat dengan ideal “DESA PRODUKTIF KOTA KREATIF” tersebut.

PENUTUP

“Berapa jumlah guru yang tersisa ?”, demikian pertanyaan yang keluar dari mulut Kaisar Jepang, Hirohito. Pertanyaan ini merupakan respon pertama beliau setelah mendengar berita luluh lantaknya Kota Hiroshima dan Nagasaki akibat bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat. Sesudahnya, Kaisar Hirohito menyuruh para jenderalnya untuk mengumpulkan seluruh guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Terdapat kurang lebih 45.000 guru yang tersisa saat itu. Kehadiran dan sumbangsih para guru tersebut selanjutnya menjadikan Jepang seperti saat sekarang ini. 

Peran guru sebagai pendidik menjadi hal yang krusial dan penting bagi seluruh lapisan masyarakat Jepang, dan berkat jasa mereka, perlahan Jepang dapat bangkit kembali dari keterpurukan akibat perang (dan bom atom). Kiranya kisah ini dapat menjadi tantangan sekaligus harapan bagi Bacabub Lori Gadi Djou. Tanpa guru yang sejahtera dan profesional, “DESA PRODUKTIF KOTA KREATIF” hanya menjadi obrolan singkat di siang hari yang panas terik.

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan, Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!