Opini  

Narasi Sesat Marianus Gaharpung

Oplus_131072

Oleh Maximilianus Herson Loi (MHL) Ketua PH AMAN Nusa Bunga, Praktisi & Pembela HAM

Membaca opini yang ditulis oleh saudara Marianus Gaharpung dalam sebuah media online Flores Update dengan judul “Pengurus AMAN Terus Bangun Argumentum Ad Misericordiam untuk Warga yang Mengokupasi Tanah HGU PT Krisrama Secara Ilegal” tanggal 01/02/2025.

Ketika saya membuka link beritanya saya mengharapkan akan mendapatkan informasi dan tambahan pengetahuan yang bernilai. 

Namun, ternyata setelah saya membaca dengan cermat, saya mendapatkan pernyataan sesat dan pertanyaan receh seperti ini.

Sekelas saudara Marianus Gaharpung hobi juga ya yang receh-receh begini ? Tetapi tidak apa-apa biar publik tidak terpengaruh oleh pernyataan sesat dan receh ini, saya akan meresponnya sekedar untuk meluruskan pemahaman publik.  

Ada beberapa poin pertanyaan dari saudara Marianus Gaharpung yang perlu saya jawab agar publik tidak ikut tersesat. Sedangkan pertanyaan lainnya saya abaikan karena menurut saya tidak penting. 

Saya mau tegaskan disini bahwa pengurus AMAN bersama masyarakat adat suku Soge dan Goban Runut tidak sedang meminta belas kasih, tidak menipu serta memanipulasi data dan fakta. 

Pengurus AMAN hanya menjalankan mandat organisasi untuk mendampingi dan membantu masyarakat adat Suku Soge dan Goban Runut yang sedang berjuang mempertahankan hak-hak mereka seperti hak atas tanah yang merupakan warisan leluhur mereka sendiri. Bukan dibawah dari mana-mana.

Berikut saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Marianus Gaharpung. Saya kutip pertanyaannya ya untuk memudahkan pembaca memahaminya.

Pertama,

“Pertanyaaan yang sangat substansial “jika hak kita berupa tanah, rumah, kendaraan, diambil dimanfaatkan oleh orang lain tanpa hak apakah kita membiarkan hal itu terjadi?”

Tentu tidak. Dan inilah yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat adat suku Soge dan Goban Runut sekarang ini. 

Mereka berjuang untuk mempertahankan dan mengembalikan hak atas tanah mereka yang dahulu dirampok oleh Belanda.

Belanda merampok tanah masyarakat adat  tersebut untuk menjalankan roda ekonominya yang dikelola oleh perusahaan Belanda, Amsterdam Soenda Compagny yang berkedudukan di Amsterdam.

Kemudian pada tahun 1926 hak sewa dialihkan kepada Apostolishe Vicariaat Van de Kleine Soenda Hilanden dengan jual beli seharga F22,500.

Setelah Indonesia merdeka melalui UUPA Nomor. 5/1960 semua Tanah hasil rampokan Belanda dikonversikan menjadi tanah negara yang kemudian oleh negara memberikan HGU kepada PT. Diag. Dan sama-sama kita tahu HGU PT. Diag ini telah berakhir ditahun 2013 silam. 

PT. Krisrama baru mendapat SHGU pembaruan di tahun 2023. Artinya ada selisih waktu 10 tahun sejak berakhirnya HGU PT. Diag. Nah, dalam waktu 10 tahun itu status tanahnya adalah tanah negara. Jika sudah demikian maka posisi masyarakat adat dan PT. Krisrama adalah sama. 

Sama-sama berjuang untuk mendapatkan hak. 

PT. Krisrama berjuang untuk mendapatkan HGU, sedangkan masyarakat adat Soge dan Goban Runut berjuang untuk mendapatkan kembali hak asal-usul mereka yang hilang akibat rampokan Belanda. Itu makanya kenapa masyarakat adat Soge dan Goban Runut berani menduduki dan menguasai lokasi.

Jika hak yang dimaksudkan oleh saudara Marianus Gaharpung dalam pertanyaan diatas adalah haknya PT. Krisrama. 

Mengapa PT. Krisrama tidak menggugat Masyarakat adat ke pengadilan? Kan yang menguasai lahan adalah masyarakat adat Soge dan Goban Runut. 

Saudara jangan menggiring opini agar masyarakat adat Soge dan Goban Runut yang harus menggugat. Mereka yang menguasai fisik tanah ko. 

Kedua,

“Pertanyaaan atas dasar apa warga mengokupasi lahan HGU? Warga menggunakan nalar homo homini lupus (manusia serigala bagi sesamanya).”

Sudah jelas warga masyarakat adat Soge dan Goban Runut menggarap dan membangun rumah diatas tanah tersebut karena itu adalah tanah warisan leluhurnya masyarakat adat Soge dan Goban Runut yang dahulu dirampok oleh kolonial Belanda.

Masyarakat adat bukanlah serigala bagi PT. Krisrama. Justru PT. Krisrama lah yang sesungguhnya menjadi serigala atas masyarakat adat Soge dan Goban Runut. PT. Krisrama dengan keji mengahancurkan rumah dan tanaman milik warga masyarakat adat. 

Ketiga,

“Hukum dan HAM bagaikan mata uang yang memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Hukum sebagai batasan-batasan dan sebagai pengawal HAM yang dapat merealisikan perwujudan keadilan dari HAM.”

Oleh karena itu, perbuatan PT. Krisrama menggusur ratusan unit rumah dan tanaman milik warga sangat tidak mendasar karena selain melanggar hukum juga melanggar HAM. 

Keempat,

“Apakah ada keistimewaan bagi warga Nangahale dan Patiahu yang sudah jelas- jelas melawan hukum dengan mengokipasi lahan HGU?”

Keistimewaannya adalah mereka merupakan masyarakat adat serta tanah yang mereka perjuangkan dan mereka tempati merupakan warisan dari  leluhur mereka yang wajib dihormati oleh siapapun. 

Mereka tidak melawan hukum. Justru hukumlah yang membuat seolah-olah mereka tidak berhak. 

Dan kalau berbicara mengenai masyarakat adat beserta hak-hak tradisonalnya. Jangan bertanya soal bukti tertulis sebab budaya di masyarakat adat itu budaya tutur bukan budaya tulis. 

Jadi terlalu konyol kalau ada orang yang bertanya bukti tertulis kepada masyarakat adat

Kelima,

“Semua prosedur hukum sudah dipenuhi oleh PT Krisrama apalagi yang salah? Mosok pengurus AMAN tidak tahu masalah hukum sudah kebangetan.”

Prosedur hukum yang bagaimana yang sudah dipenuhi oleh PT. Krisrama? Silahkan baca baik-baik SHGU pembaruan itu. 

Disitu ada perintah untuk menyelesaikan sengketa sesuai ketentuan perundang-undangan. Hati-hati jangan salah tafsir soal klausul ini.  

Sesuai ketentuan perundang-undangan ini bukan berarti serta merta menggusur rumah warga. Tidak. Itu terlalu sesat. Alurnya adalah somasi, mediasi dan jika mediasi tidak menemukan hasil maka jalan terakhir adalah pengadilan. Putusan Pengadilan lah yang menjadi dasar eksekusi. 

Di opini kali ini saudara Marianus Gaharpung menggunakan diksi pembersihan sedangkan di opini sebelumnya menggunakan diksi eksekusi. Saudara tidak konsisten dalam penggunaan diksi. 

Bagi saya pun itu hanya kamuflase dan penghalusan kata saja untuk menyembunyikan fakta dilapangan.  Masa pembersihan lahan dengan cara menggusur ratusan unit rumah dan tanaman milik warga. 

Coba tunjukan kepada saya aturan mana yang membolehkan pemegang sertifikat Tanah menggusur rumah dan tanaman milik orang lain. Sebab setahu saya, jangankan sertifikat HGU, sertifikat hak milik pun tidak boleh bertindak keji seperti itu. Itu melanggar hukum dan HAM. 

Jika logika hukumnya saudara Marianus Gaharpung ini yang dipakai maka kedepan segala sengketa tanah bisa selesai di ujung parang. 

Seseorang asal punya sertifikat tanah maka dia bisa membunuh pihak lain yang menguasai tanah atau lahannya. Ini sangat berbahaya.Jadinya hukum rimba yang berlaku. 

Keenam,

“Ada dugaan kuat pengurus AMAN jadikan warga  “sapi perah”. Kasihan warga yang sudah terlanjur percaya kepada pengurus AMAN sekarang merasakan kerugian dengan adanya pembersihan oleh pihak yang berhak dalam hal ini PT Krisrama.”

Dugaan semacam ini selalu kami dengar  hampir disetiap perjalanan advokasi yang kami lakukan. Dugaan ini muncul dari mulut orang- orang yang tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan. 

Dugaan inipun secara tidak langsung sedang menghina masyarakat adat Soge dan Goban Runut yang sedang berjuang dan sedang mengalami penderitaan akibat penggusuran keji dan tidak manusiawi yang dilakukan oleh PT. Krisrama tanggal 22/01/2025 yang lalu. 

Miris sekali, masyarakat yang sudah menderita, dihina pula.

Sebagai pengurus AMAN, dalam kerja-kerja advokasi, kami tidak hanya tunduk pada hukum tetapi kami juga tunduk pada etika dan moral. 

Jadi, dugaan saudara Marianus Gaharpung sangatlah tidak benar.

Saya meminta agar lebih elegan saudara Marianus Gaharpung bicara yang objektif dan Jujur. Jangan kemudian membangun narasi sesat.

Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan bukan tanggung jawab redaksi FloresUpsadate.com apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan, Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!