FloresUpdate.com, Opini – Normalitas Demokrasi : Demokrasi adalah sistem yang memberikan peluang yang cukup besar bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara. Kenapa demikian? Karena demokrasi memberikan ruang untuk masyarakat menentukan secara langsung pemimpin yang seperti apa yang dinginkan melalui Pilkada.
Demokrasi melalui Pilkada dianggap sebagai solusi untuk masalah yang sedang dihadapi, atau dianggap sebagai solusi dari trauma masa lalu dengan model absolut yang dilakoni pemerintah orde baru. Memang ada penyelenggaran demokrasinya akan tetapi semuanya dijalankan secara institusional, terkesan hanya memenuhi perintah undang-undang tetapi kenyataannya sudah tau siapa pemenangnya.
Sejauh ini dengan keterlibatan saya sebagai penyelenggara Pilkada yang membidangi partisipasi masyarakat, solusi tersebut akan memunculkan masalah baru apabila tidak dibarengi dengan pemahaman yang baik tentang menjadi pemilih yang cerdas. Ini seharusnya menjadi perhatian utama dalam setiap perhelatan demokrasi, karena esensinya adalah menghasilkan pemimpin yang sebaik mungkin.
Pemilih yang cerdas merupakan orang yang memilih calon pemimpinnya berdasarkan penilaian objektif, rujukannya adalah visi-misi dan program kerja yang ditawarkan. Bukan berdasarkan pertimbangan subjektif karena diberi imbalan dan kedekatan secara emosional. Menghasilkan pemilih yang cerdas merupakan tanggung jawab moral dari penyelenggara ataupun orang yang terdidik.
Terkadang kita melihat pemimpin dengan segudang visi-misi dan program kerja akan tetapi eksekusinya tidak ada ketika menjabat, ini menjadi ambigu untuk pemilih cerdas dalam menentukan pilihannya. Oleh sebab itu perlu menakar integritas dan komitmen dari seorang pemimpin untuk dipilih, untuk melihat integritas dari seseorang kita harus kembali melihat apa yang telah dikerjakan sebelumnya.
Kongkritnya adalah untuk menilai seorang calon pemimpin layak dipilih atau tidak, perlu melihat visi-misi dan rekan jejak dari orang tersebut. Dengan komitmen dan integritas dari apa yang telah dilakukan pada masa lampau calon pemimpin, pemilih dapat memproyeksikan kesuksesan dalam implementasi visi dan misinya nanti ketika menjabat.
Anomali Demokrasi
Demokrasi juga dikenal dengan sistem yang mahal dalam proses penyelenggaraannya, oleh karena itu hanya orang yang memiliki modal yang cukup dan mempunyai kuasa yang dapat menjadi pejabat publik. Mari bersama kita refleksikan Pilkada tahun 2024, hampir tidak ada calon yang menang dengan kemampuan meritokrasi murni yang memiliki kecerdasan intelektual, kemampuan berargumentasi dan integritas yang baik.
Bahkan orang yang memiliki kemampuan yang disebutkan tidak berani menjadi kompetitor dalam panggung demokrasi, karena sadar dengan biaya yang besar. Atau bahkan dengan integritas yang baik membuatnya susah mendekati atau didekati pemodal, yang nantinya akan berperan besar dalam memenangkan kontestasi di era pemilih yang transaksional seperti saat ini.