FloresUpdate.com, Maumere – Polemik antara seorang perempuan asal Kabupaten Belu, Maria Mardalina Mutik, dengan anggota DPRD Kabupaten Alor dari Partai Gerindra, Dedi Mario Mailehi, terus memanas.
Usai viral di media sosial, Maria melalui kuasa hukumnya dari TPDI-NTT menyatakan siap menghadapi Dedi Mario Mailehi untuk melakukan Tes DNA guna membuktikan kebenaran status anak yang dilahirkannya pada 28 Mei 2025, bernama Satria Petrus.
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT), Meridian Dewanta, SH, yang diterima media ini Rabu, 4 Juni 2025, disebutkan bahwa pernyataan Dedi Mailehi yang siap menjalani Tes DNA seperti dimuat oleh salah satu media online pada tanggal 31 Mei 2025 menjadi titik terang penyelesaian kasus ini.
Namun, Maria juga menegaskan, jika Dedi Mario Mailehi enggan secara sukarela menjalani Tes DNA, maka ia siap melaporkan kasus ini langsung kepada Ketua Umum Partai GERINDRA yang juga Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
“Kami sangat yakin Bapak Prabowo akan menindaklanjuti laporan ini karena beliau dikenal sebagai pembela kaum perempuan dan korban kekerasan, seperti yang pernah beliau lakukan dalam membela Wilfrida Soik di Malaysia,” ujar Meridian Dewanta.
Lebih jauh, pihak Maria juga menegaskan bahwa mereka akan menempuh jalur hukum perdata di Pengadilan Negeri Alor.
Tujuannya adalah meminta pengadilan memerintahkan dilakukan Tes DNA terhadap Dedi Mario Mailehi untuk membuktikan bahwa anak yang dilahirkan Maria adalah hasil hubungan dengan anggota DPRD dari Dapil Alor 3 tersebut.
Jika terbukti, maka Dedi Mario Mailehi memiliki kewajiban hukum untuk menafkahi sang anak hingga dewasa.
Gugatan ini berlandaskan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, yang merevisi Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang kini memberikan hak perdata kepada anak luar kawin terhadap ayah biologisnya jika dapat dibuktikan secara ilmiah atau hukum.
Berdasarkan kronologi yang disampaikan, perkenalan antara Maria dan Dedi Mario Mailehi bermula pada Agustus 2024 melalui aplikasi kencan OMI.
Setelah bertukar kontak dan menjalin komunikasi intens, keduanya bertemu di Kota Kupang pada 9 September 2024. Pertemuan itu berujung pada hubungan intim yang dilakukan tanpa alat kontrasepsi di Evergreen Homestay, Kota Kupang.
Dedi saat itu mengaku belum menikah dan menyatakan dirinya mandul, sehingga meyakinkan Maria bahwa hubungan mereka tidak akan menyebabkan kehamilan.
Namun, sebulan kemudian, Maria mendapati dirinya hamil. Saat diberitahu, Dedi sempat menyambut kabar itu dengan positif, menyebutnya sebagai “karunia Tuhan” dan berjanji akan bertanggung jawab.
Namun, komunikasi mulai merenggang pada Oktober 2024, dan sejak November 2024, Maria tidak lagi bisa menghubungi Dedi karena nomornya diblokir.
Maria kemudian mengetahui bahwa pria yang menghamilinya adalah seorang anggota DPRD aktif dari Partai Gerindra dan telah berkeluarga.
“Klien kami merasa sangat tertipu dan menderita. Upaya untuk menghubungi Partai Gerindra di tingkat DPD NTT sudah dilakukan sejak Januari 2025, namun belum mendapatkan tanggapan memadai,” ungkap Meridian.
Maria kini siap menempuh jalur hukum. Sesuai dengan semangat keadilan yang ditegaskan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, hukum harus melindungi hak-hak anak luar kawin, termasuk hak terhadap identitas ayah biologis dan hak atas nafkah.
Meridian Dewanta menambahkan, kasus serupa pernah dimenangkan oleh pihak perempuan, seperti dalam perkara Amelia Fujiawati melawan Bambang Pamungkas pada tahun 2021, yang menjadi preseden penting dalam perkara pengakuan anak luar kawin melalui mekanisme Tes DNA.
“Sudah banyak contoh hukum berpihak kepada perempuan dan anak dalam kasus seperti ini. Karena itu, klien kami siap menuntut keadilan sampai ke Presiden,” pungkasnya. (Albert Cakramento)