Floresupdate.com, Jakarta – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) secara resmi menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus mendesak Pemerintah untuk segera menghentikan seluruh aktivitas pertambangan nikel yang berlangsung di wilayah Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Aktivitas tersebut dinilai tidak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan hidup yang sangat sensitif, tetapi juga mengabaikan kepentingan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat lokal.
Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI, Raymundus Yoseph Megu, menegaskan bahwa operasi penambangan yang dilakukan oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag serta PT Anugerah Surya Pratama (ASP) di Pulau Manuran telah menimbulkan dampak ekologis yang serius serta berpotensi merusak kawasan yang secara global diakui sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.
Diketahui Raja Ampat tercatat memiliki lebih dari 550 spesies terumbu karang dan sekitar 1.400 spesies ikan yang menjadi bagian dari ekosistem laut tropis yang sangat rapuh dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.
“Aktivitas pertambangan di wilayah ini merupakan kebijakan yang tidak sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, dan justru bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam upaya konservasi laut dan mitigasi krisis iklim,” ucap Raymundus.
Menurut Raymundus, kegiatan ekstraksi nikel berpotensi menyebabkan sedimentasi berlebihan yang terbawa aliran air hujan menuju laut, menutupi permukaan terumbu karang, menghalangi penetrasi cahaya matahari, dan pada akhirnya menghambat proses fotosintesis yang sangat vital bagi kelangsungan hidup ekosistem karang.
Lebih lanjut, pencemaran limbah tambang yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya turut menimbulkan gangguan serius terhadap keseimbangan ekosistem laut dan darat. Jika terumbu karang mati, maka seluruh rantai kehidupan laut yang bergantung padanya akan terganggu secara sistemik. Dampak ini pada akhirnya akan dirasakan oleh masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada sumber daya laut melalui aktivitas perikanan tradisional.
Menurutnya Negara semestinya hadir untuk melindungi, bukan memfasilitasi eksploitasi. Kementerian ESDM, KLHK, dan institusi terkait harus mengevaluasi semua perizinan tambang di kawasan ekosistem sensitif seperti Raja Ampat. DPR RI dan aparat penegak hukum juga harus mengabil sikap tegas.
“PMKRI terus konsisten menjaga alam dan lingkungan sebagai rumah bersama. Hal ini sesuai dengan samangat Ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus. Dan kami menilai aktivitas pertambangan di pulau kecil rentan memicu kerusakan perairan dan menimbulkan butterflya effect. Dalam kasus pulau Gag bisa menyebabkan kerusakan perairan Raja Ampat secara keseluruhan. Karena itu kami berharap agar aktivitas pertambangan di pualu ini segera dihentikan,” kata Raymundus.
Sementara itu, Ketua Presedium PP PMKRI meminta Presiden dan Wakil Presiden untuk memastikan pembangunan di Papua yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Kami meminta Kepada Presiden dan wakil Presiden bahwa apapun bentuk pembangunan dii Tanah Papua yang kini menjadi 6 Provinsi harus tetap mengutamakan ruang hidup masyarakat adat dan lingkungan serta dialog terbuka kepada masyarakat adat, pemuda serta unsur elemen masyarakat setempat,” kata Susan.
Hal ini menurutnya bahwa Papua adalah paru – paru dunia maka selayaknya masyarakat Tanah Papua harus betul – betul merayakan hidup yang aman, layak dan nyaman dari Sorong – Merauke di Negeri ini.
“Saya berharap Pemerintah Pusat dan Provinsi, Kabupaten bersinergi untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan di Raja Ampat sebagai sumber PAD daerah tanpa mengancam ruang hidup masyarakat dan anak cucu tanah Papua,” tutup Susan.