Dalam konteks negara hukum ini, kinerja penyelidik/penyidik polres Ende akan dinilai oleh sejauh mana mereka bergerak dalam asas hukum “Presumption of innocence”, yakni asas praduga tidak bersalah, yang menegaskan bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap.
Dalam press release-nya tertanggal 1 Maret 2024, Kasat Reskrim Polres Ende, AKP Cecep Ibnu Ahmadi, S.I.K., S.H., M.H, menjelaskan bahwa dugaan korupsi dana KONI 2.1 milyar masih berada di tahap penyelidikan. Penyelidikan menurut Pasal 1 angka (5) KUHAP merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Jadi, penyelidikan menentukan suatu peristiwa dapat dinyatakan sebagai suatu tindak pidana atau tidak. Dengan kata lain, penyelidikan sebenarnya merupakan bagian dari penyidikan, atau menjadi tahapan awal/pertama dari penyidikan, yakni dengan penetapan tersangka, jika peristiwa tersebut sudah terdapat bukti permulaan yang cukup, yang dimaknai sebagai sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.
Selanjutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Dari situ, dapat dilihat bahwa tahapan penyelidikan dari Polres Ende, tidak hanya untuk menggali kata-kata dan keterangan dari para pihak, termasuk saksi dan calon tersangka, namun dalam rangka pencarian akan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, baik itu keterangan saksi, bukti keterangan ahli dan bukti surat.
Bukti keterangan saksi didapat dengan memeriksa 42 (empat puluh dua) saksi yang telah dipanggil, bukti keterangan ahli didapat dengan menghadirkan para ahli, yakni ahli hukum pidana, ahli hukum administrasi negara, dan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang melakukan penghitungan kerugian negara dalam kasus ini. Sebaliknya terkait bukti surat, bisa berupa akta-akta otentik, semisal hasil perhitungan kerugian negara yang dibuat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan akta di bawah tangan semisal kuitansi-kuitansi pembayaran kepada para pihak.