#Tanggapan terhadap Tulisan Seorang Kerabat Facebook
Pembuat “status” (‘postingan’ di Facebook) tersebut mengatakan para klerus (uskup dan imam) tidak punya otoritas menyatakan sikap menolak geothermal karena mereka bukan geolog.
Saya tidak/belum sempat menulis lebih lengkap (karena fisik dan pikiran saya masih agak letih dengan berpulangnya Ayahanda saya beberapa hari lalu karena prosesi adat dan agama yang makan waktu dan energi, juga menggerus waktu tidur pula). Namun, saya berikan tanggapan singkat sebagai berikut:
Uskup Agung Ende Mgr. Dr. Paulus Budi Kleden, SVD mendengar dan menyaksikan sendiri dampak kerusakan sosial dan ekologis dari eksplorasi geothermal di Mataloko dan Sokoria, dua locus proyek geothermal di wilayah Keuskupan Agung Ende. Sumber mata air jadi kering, pernapasan jadi terganggu dan lain-lain. Sebagai uskup/imam, mereka terpanggil untuk menyerukan suara kritis-profetis (suara kenabian) manakala kehidupan manusia dan alam ciptaan Tuhan mengalami kerusakan terutama akibat ulah manusia.
Uskup Budi memang imam, bukan geolog. Dia seorang teolog, lulusan terbaik dalam Teologi Sistematik dengan predikat “magna cum laude” (Latin: dengan pujian terbesar) di Universitas Albert Ludwig, Freiburg, Jerman. Universitas tua ini didirikan tahun 1400-an, jadi tradisi akademis-intelektualnya sudah sangat panjang.
Sebelumnya Pater Budi meraih Magister Teologi di Wina, Austria, setelah hanya 2 tahun kuliah di Ledalero. Dia sudah menulis banyak buku, artikel dan makalah di jurnal-jurnal dalam dan luar negeri, bicara di berbagai forum nasional dan internasional.
Dr. Paulus Budi Kleden juga pencetus dan penulis buku tentang “Teologi Terlibat”: sebuah pandangan teologis bahwa teologi harus dibangun di tengah/di dalam konteks sosial, budaya, politik dan ekonomi masyarakat setempat.
Dia menguasai Filsafat sama baiknya dengan Teologi — dua-duanya ilmu yang sering dianggap berat dan sulit oleh kebanyakan orang.
Poinnya, Uskup Budi adalah intelektual berpandangan terbuka, berwawasan luas, dialogis dan sejumlah bukunya menekankan “preferential option for the poor” (keberpihakan mendasar/utama pada kaum miskin, orang kecil dan terpinggirkan). Itu bukan hanya teori, tapi hasil refleksi, analisis dan pemahaman mendalam terhadap kehidupan secara multiaspek atau multidimensional.