FloresUpdate.com, Maumere – Proses pembersihan lahan Hak Guna Usaha (HGU) Patiahu, Nangahale yang terletak di Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, berlangsung tegang pada Rabu pagi, 22 Januari 2025.
Pembersihan lahan yang dimulai pukul 08.00 WITA ini melibatkan pihak PT Krisrama sebagai pelaksana, bersama dengan aparat keamanan, termasuk polisi, TNI, dan Sat Pol-PP.
Pembersihan ini dipimpin langsung oleh Direktur Pelaksana PT Krisrama, Rd. Robertus Yan Faroka, yang didampingi oleh kuasa hukum perusahaan, Rd. Ephy Rimo, serta sejumlah pekerja perusahaan.
Tujuan dari pembersihan ini adalah untuk mengosongkan lahan yang tercatat sebagai HGU yang dikelola oleh PT Krisrama.
Salah satu titik yang paling menarik perhatian adalah pembongkaran rumah Ketua AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Daerah Flores Bagian Timur, Antonius Toni.
Rumah milik Antonius Toni menjadi sasaran pertama dalam eksekusi ini.
Saat proses pembongkaran dimulai, terjadi perlawanan dari warga sekitar yang mencoba mencegah aksi tersebut dengan melemparkan batu ke arah alat berat, sebuah ekskavator.
Serangan batu tersebut menyebabkan kaca ekskavator pecah, namun meskipun terjadi kerusakan pada alat berat, eksekusi tetap dilanjutkan.
Setelah pembongkaran di wilayah rumah Antonius Toni, eksekusi berlanjut ke wilayah Pedang, di mana 137 rumah dan pondok warga dihancurkan.
Sejumlah warga terlihat mengamati dari kejauhan, sementara aparat keamanan berjaga di sekitar lokasi untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.
Proses pembersihan kemudian berlanjut ke wilayah Utan Wair, di mana 3 rumah dan 1 bak air turut dibongkar pada siang hari itu.
Puncak pembersihan terjadi pada pukul 13.30 WITA, ketika 37 rumah dan 14 pondok di wilayah Wair Hek dihancurkan.
Total ada 177 rumah dan pondok yang berhasil dibongkar pada hari itu.
Namun, di sisi lain, warga yang terdampak merasa keberatan dan menganggap proses ini sebagai bentuk ketidakadilan.
Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan segera mencari jalan keluar yang bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik warga yang sudah lama menempati lahan tersebut maupun PT Krisrama yang memiliki hak atas HGU.
Pembersihan yang berlangsung hari ini menjadi simbol ketegangan yang memuncak antara kebutuhan pembangunan dan hak atas tanah yang sudah dikelola oleh masyarakat lokal.
Proses eksekusi ini menunjukkan kompleksitas masalah agraria di Indonesia, yang sering kali melibatkan pihak-pihak dengan kepentingan yang berbeda.
Apakah ini akan menjadi awal dari dialog konstruktif, atau malah memperburuk hubungan antara warga dan pihak perusahaan, masih menjadi pertanyaan besar. (Albert Cakramento)